A.
Peranan
orang tua dalam mendidik anak
Peran orang tua dalam
hal pendidikan anak sudah seharusnya berada pada urutan pertama, para orang
tualah yang paling mengerti benar akan sifat-sifat baik dan buruk anak-anaknya,
apa saja yang mereka sukai dan apa saja yang mereka tidak sukai. Para orang tua
adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan karakter dan
kepribadian anak-anaknya, hal-hal apa saja yang membuat anaknya malu dan
hal-hal apa saja yang membuat anaknya takut. Para orang tualah yang nantinya
akan menjadikan anak-anak mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah
buruk.
Peranan orang tua bagi
pendidikan anak menurut Idris dan Jamal (1992) adalah memberikan dasar
pendidikan, sikap, dan ketrampilan dasar seperti pendidikan agama, budi
pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk
mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasan-kebiasan. Selain itu
peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai
dengan yang diajarkan di sekolah.
Berikut adalah peran
anggota keluarga dalam mendidik anak:
Peran Ayah
Peran ayah sebagai pendidik merupakan
peran yang penting. Sebab peran ini menyangkut perkembangan peran dan
pertumbuhan pribadi anak. Ayah sebagai pendidik terutama menyangkut pendidikan
yang bersifat rasional. Seorang anak yang dibimbing oleh ayah
yang peduli, perhatian dan menjaga komunikasi akan cenderung berkembang menjadi
anak yang lebih mandiri, kuat, dan memiliki pengendalian emosional yang lebih baik dibandingkan
anak yang tidak memiliki ayah seperti itu.
Posisi ayah biasanya tergantung sejauh mana dia
melihat peran pentingnya dan kemudian memutuskan untuk terlibat. Karenanya
dalam beberapa penelitian menunjukkan peran ayah memegang kunci yang menentukan
bagaimana kondisi anaknya ketika besar nanti.
Peran Ibu
Tidak ada yang meragukan pentingnya peran ibu dalam
pendidikan anak-anaknya, kasih sayang dan perhatian dari seorang Ibu mempunyai
pengaruh yang besar pada kepribadian anak. Perhatian dan kasih sayang tersebut
akan menimbulkan perasaan di terima dalam diri anak-anak dan membangkitkan rasa
percaya diri di masa-masa pertumbuhan mereka.
Begitu besar peran seorang ibu dalam mendidik
anak-anaknya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa ibu adalah sekolah yang
pertama. Ibu adalah sekolah pertama untuk anak-anaknya, tempat dimana anak
mendapat asuhan dan diberi pendidikan pertama bahkan mungkin sejak dalam
kandungan. Proses pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu sudah dilakukan
sejak sang bayi masih dalam kandungan. Apa yang ibu dengarkan atau bacakan
kepada bayi dalam kandungan, maka hal tersebut akan didengar pula oleh
sang bayi. Emosional dan watak seorang ibu pun dapat ditularkan melalui
perilaku seorang ibu selama mengandung dan mengasuh, maka tak heran jika
ikatan emosional seorang Ibu dan anak tampak lebih dibanding dengan
seorang ayah.
Pendidikan dapat diberikan dengan kontak mata yang
terjadi antara ibu dan anak. Setiap saat, dimanapun dan kapanpun proses
pendidikan tersebut dapat dilakukan. Seorang ibu memiliki tanggung jawab besar
dalam menciptakan generasi muda yang kreatif, inovatif, prestatif, edukatif dan
produktif. Adalah sebuah mimpi hal itu terwujud jika tidak dilukis oleh
tangan-tangan lembut seorang ibu. Dan untuk mewujudkannya, tidak lain hanyalah
melalui wanita sholihah yang berilmu, berakal dan bertaqwa yang dapat
melakukannya.
B.
Pola
Asuh Dalam Keluarga
Berk (2000) dalam socialization with in the family (Anonim, 2003;1)
pola asuh orang tua adalah daya upaya orang tua dalam memainkan aturan secara
luas di dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya.
Ø Pola
asuh menurut Stewart dan Koch (1983: 178) terdiri dari tiga kecenderungan pola
asuh orang tua yaitu:
1.
Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat
pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang
harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua
akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang
diinginkan oleh orang tuanya.
Menurut Stewart dan
Koch (1983: 203), orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri
kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik, orang tua
memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka serta mencoba membentuk lingkah
laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak,
orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri
dan jarang memberi pujian, hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab
seperti anak dewasa.
Dalam penelitian
Walters (dalam Lindgren 1976: 306) ditemukan bahwa orang yang otoriter
cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Sementara itu, menurut Sutari
Imam Barnadib (1986: 24) dikatakan bahwa orang tua yang otoriter tidak
memberikan hak anaknya untuk mengemukakan pendapat serta mengutarakan
perasaan-perasaannya.
Orang
tua seperti itu akan membuat anak tidak percaya diri, penakut, pendiam,
tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma,
kepribadian lemah dan seringkali menarik diri dari lingkungan sosialnya,
bersikap menunggu dan tak dapat merencakan sesuatu.
2.
Pola asuh Demokratis.
Yaitu pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak tetapi tidak ragu untuk mengendalikan mereka pula. Pola asuh
seperti ini kasih sayangnya cenderung stabil atau pola asuh bersikap rasional.
Orang tua mendasarkan tindakannya pada rasio. Mereka bersikap realistis
terhadap kemampuan anak dan tidak berharap berlebihan.
Baumrind
& Black (dalam Hanna Wijaya, 1986: 80) dari hasil penelitiannya menemukan
bahwa teknik-teknik asuhan orang tua yang demokratis akan menumbuhkan keyakinan
dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan mandiri membuat
keputusan sendiri akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang
bertanggung jawab. Hasilnya anak-anak menjadi mandiri, mudah bergaul, mampu
menghadapi stres, berminat terhadap hal-hal baru dan bisa bekerjasama dengan
orang lain.
3.
Pola Asuh permisif
Pola
ini kerap memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada
anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Cenderung
tidak menegur atau memperingatkan anak.
Menurut Stewart dan Koch (1983: 225) menyatakan bahwa Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali, anak dituntut atau sedikit sekali dituntut untuk suatu tangung jawab tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa, dan anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Orang tua tipe ini memberikan kasih sayang berlebihan. Karakter anak menjadi impulsif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial.
Menurut Stewart dan Koch (1983: 225) menyatakan bahwa Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali, anak dituntut atau sedikit sekali dituntut untuk suatu tangung jawab tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa, dan anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Orang tua tipe ini memberikan kasih sayang berlebihan. Karakter anak menjadi impulsif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial.
Ø Pola
asuh Overprotectif
Banyak
orang tua yang merasa khawatir kalau anaknya akan terpengaruh oleh keadaan
sekelilingnya yang penuh dengan kesukaran dan bahaya, serta hal-hal yang kotor.
Mereka menahan anak-anaknya supaya di rumah saja tidak boleh bermain atau
bergaul dengan anak-anak lain.
Kadang anak suka
melakukan hal-hal yang berbahaya, manjat, lompat, dan lain-lain, yang bikin
orang tua kadang suka rada takut. Yang jadi masalah kadang karena tidak ingin
anaknya kenapa-kenapa akhirnya si anak dilarang-larang, mau ini jangan, mau itu
jangan. Alhasil, tumbuhlah anak anda jadi anak penakut dan tidak punya semangat
untuk berjuang.
Ø Pola asuh dengan cara dibentak
Membentak anak,
sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebagian orang tua. Saat melihat anak
melakukan kesalahan, atau ketidak patuhan, orang tua memang sering dibuat jengkel. Secara
refleks, karena emosi, orang tua sering bermaksud ‘menasihati’, tapi diucapkan
dengan nada tinggi. Kebiasaan ini juga lebih sering dilakukan oleh orang tua
yang temperamental.
Ø Pola
asuh berdasarkan Islam
Menurut al-Qur’an orang tua wajib memberi pendidikan kepada
anak-anaknya. Dalam mendidik prioritas pertama adalah penanaman akidah,
pendidikan akidah diutamakan agar menjadi kerangka dasar dan landasan dalam
membentuk pribadi anak yang soleh.
Orang tua wajib membiasakan anak-anaknya untuk selalu
mengingat rukun islam yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Ajari anak
dasar-dasar syariat dan akhlak. Dalam mendidik hendaknya menggunakan pendekatan
kelembutan dan kasih sayang.
Orang tua yang berperan mendidik dan mengontrol salat
anak-anaknya, penekanan dalam mendidik anak setelah akidah adalah mendirikan
salat, setelah salat didirikan, maka dilanjutkan dengan mengarahkan pada
pendidikan dakwah, penyampaian kebenaran dan pencegahan kemungkaran. Menyebarkan
kebaikan, dan memberantas kemungakaran, baik dengan cara memberi contoh, dengan
lisan, maupun perbuatan. Menanamkan dalam diri anak untuk selalu sabar
menghadapi berbagai cobaan kehidupan dengan sabar semua akan menjadi baik,
dengan sabar pikiran menjadi cemerlang, dengan sabar akan banyak jalan
penyelesaian, sebab hanya dengan sabar orang akan terselamatkan, dengan sabar
manusia menjadi dekat dengan Tuhan, karena kesabaranlah Allah menjadi cinta.
Dan tidak kalah pentingnya adalah mendidik akhlak anak.
Orang tua harus mengajari anaknya budi pekerti luhur dan akhlak terpuji, serta
mencegah dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat tercela, seperti berdusta,
mencuri, mencela, bergaul secara bebas, dan meniru. Orang tua harus menjadi
teladan yang baik bagi anak-anaknya, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Dalam taraf perkembangan jiwa dan kepribadiannya, anak meniru apa yang dilihat
dan dengar. Kalau orang tua kurang hati-hati dalam bertindak dan bertutur kata,
hingga anak-anaknya mengetahui dan mendengar, maka anak secara reflek akan
meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Di sisi lain, masyarakat sekitar
dan pendidikan juga memberi andil yang besar dalam membentuk karakter dan
akhlak anak, untuk itu para orang tua hendaknya lebih hati-hati dan selektif
dalam mencarikan lingkungan bermain dan pendidikan untuk buah hatinya. Apabila
orang tua mendengar anaknya berbohong atau mengeluarkan kata-kata kotor, orang
tua harus menegur dan meminta anak untuk tidak mengulanginya lagi, kalau tidak
ancam dengan hukuman.
C. Pentingnya
ketegasan dalam mendidik anak
Sikap tegas orang tua sebagai orang terdekat anak memiliki
fungsi dan peran besar dalam pembentukan kepribadian anak sejak kecil. Menjadi
orang tua yang tegas akan lebih banyak manfaatnya kelak bagi masa depan anak
daripada bersikap terlalu lembut, melakukan pembiaran dengan bersikap terserah
kemauan anak. Ketegasan dalam memberikan dan menerapkan aturan akan membantu
tumbuhnya disiplin dalam diri anak sejak kecil. Dengan tertanamnya kebiasaan
disiplin yang baik, maka mental dan karakter anak secara perlahan terbentuk
menjadi anak yang terbiasa dengan kedisiplinan tersebut. Kebebasan bermain dan
mengekspresikan diri, bukan berarti mengabaikan faktor ketegasan dalam
menerapkan aturan dan pengawasan. Jika memang aturan dilanggar atau anak
membangkang, sah-sah saja kita bertindak tegas dalam memberikan hukuman. Akan
tetapi hukuman itu harus bersifat efektif, tidak didasari kebencian, tidak
mencederai dan tidak membuatnya mengalami trauma.
Pada masa emas pertumbuhannya, pola asuh dan didikan yang
diterapkan keluarga akan sangat tertanam dan bisa menjadi sebuah pembiasaan.
Dalam hal ini, kita seharusnya tidak terlalu memanjakannya dan menuruti segala
keinginannya, sehingga ia bisa belajar tentang arti kesulitan dan cara
mengatasinya. Jika kita cermati kisah hidup atau biografi orang-orang besar,
pengalaman masa kecil sangat mendukung pencapaian diri dan hidup mereka di masa
depannya. Mayoritas dari mereka memiliki pengalaman disiplin di masa kecilnya.
Sikap terlalu membebaskan, selalu mengikuti kemauan anak dan memanjakan anak
sama saja dengan bentuk pembiaran. Hal ini akan terlihat dalam perkembangannya
di masa depan, anak menjadi sulit diatur, bertindak semaunya, kurang beretiket
dan membangkang karena terbiasa dengan pembiaran tadi.
Ketegasan akan memberi peluang bagi tumbuhnya kebutuhan akan
sebuah aturan, sehingga dalam dirinya tumbuh prinsip aturan dibuat untuk
ditegakkan, bukan untuk dilanggar, selama aturan tersebut relevan. Dalam perkembangannya,
anak akan lebih menghargai orang tua dan keluarga sebagai penegak aturan, lebih
mengerti nilai-nilai dan manfaat yang terkandung dalam sebuah aturan, serta
lebih memahami bahwa hidup tanpa aturan tidak enak. Pemahaman dan kebutuhan
akan aturan inilah yang berkaitan dengan kedisiplinan, manajemen diri dan
kehidupannya, serta kemampuannya dalam menentukan prioritas dalm pencapaian
tujuan-tujuan hidupnya kelak.
Ketegasan sangat bermanfaat dalam menempa mental dan
kreativitas berpikir anak kelak dalam menjalani kehidupannya. Secara mental,
anak akan lebih siap menghadapi masalah, kreatif dalam pencarian solusi, tidak
mudah menyerah pada keadaan, punya sikap dan tidak selalu bergantung kepada
orang lain. Berkaitan dengan ini, saya dan beberapa rekan pernah melakukan
analisa dan penelitian kecil terhadap beberapa murid di sekolah menengah tempat
kami berbagi ilmu berdasarkan faktor latar belakang pendidikan keluarga mereka
sejak masa kecil. Anak yang dalam lingkungan keluarganya diberikan ketegasan,
memang lebih disiplin, terlihat lebih siap menghadapi kesulitan-kesulitan
belajar, lebih punya sikap dan tidak terbawa arus, bisa mengikuti dan mematuhi
aturan, lebih santun, dan jarang mengeluh. Sedangkan anak-anak yang dalam
keluarganya senantiasa mendapatkan kemudahan, orang tuanya bersikap terserah
dan masa bodoh, serta tidak ada ketegasan, sikap mentalnya terlihat cukup lemah
meskipun gaya berbicara dan bersikap sangat keras. Mereka cenderung tidak siap
menghadapi masalah terutama kesulitan-kesulitan dalam belajar, sering menempuh
cara pintas dalam menyiasati dan menyelesaikan persoalan, mengandalkan orang
lain dan lebih bergantung kepada komunitasnya (kelompok bergaulnya), lebih
mudah terbawa arus, serta kreativitas berfikirnya kurang terasah sekalipun kecerdasan
intelektual mereka di atas rata-rata.
D.
Hal-hal yang
perlu dihindari orang tua dalam mendidik anaknya
1. Tidak
konsisten menegakkan peraturan
Ketentuan
yang selalu berubah-ubah membuat anak menjadi bingung, serba tak pasti dan
tidak fokus. Anak juga bisa berkembang menjadi pribadi yang labil, takut
bertindak dan peragu dalam mengambil keputusan.
2. Terlalu
membenarkan pendapat diri sendiri tanpa mau berdiskusi dan
menghargai pendapat anak
Kebiasaan
seperti ini bisa membuat anak menjadi pribadi yang egois dan tidak bisa
menghargai orang lain. Anak juga bisa menjadi pribadi yang mau menang sendiri,
tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Untuk itu, biasakan untuk selalu
berdiskusi dengan anak anda dan biarkan mereka mengutarakan pendapat serta
keinginannya dengan cara yang baik. Ajarkan kepada anak untuk mau mendengarkan
dan menghargai pendapat orang lain.
3. Selalu
melarang dan terlalu mengontrol
Anak bisa
tumbuh menjadi pribadi yang peragu, penakut, dan mati kreatifitasnya. Padahal
dengan bereksplorasi pada lingkungan sekitarnya anak bisa belajar banyak hal
yang berguna untuknya. Namun, terlalu banyak membiarkan anak melakukan
segalanya tanpa ada batasan juga tidak baik karena anak bisa tumbuh menjadi
pribadi yang seenaknya.
4. Orang tua
sering melakukan berbohong
Berbohong
meski demi untuk kebaikan terkadang perlu. Namun, apabila terlalu sering
dilakukan, anak bisa menirunya dan menjadikan ini sebuah kebiasaan. Untuk itu,
biasakan anak untuk selalu berkata jujur agar ia tumbuh menjadi pribadi yang
amanah, jujur dan bisa dipercaya.
5. Orang tua
sering bertengkar di depan anak
Bila hal ini
selalu terjadi di depan anak, maka anak akan berpikir bahwa bertengkar adalah
hal yang biasa. Ia juga bisa saja beranggapan bahwa bila ingin menyelesaikan
segala sesuatu bisa dengan cara bertengkar dan mengesampingkan dialog dan
musyawarah untuk mendapatkan penyelesaian.
E.
Dampak yang timbul dari cara Orang Tua mendidik
anak
1.
Dampak Positif : dampak positif akan
timbul bila orang tua mendidik anaknya dengan baik dan benar oleh sebab itu
orang tua perlu mencari cara mendidik anak yang efektif. Dampak positif ini
salah satunya anak mempunyai prestasi disekolah maupun diluar sekolah dalam
pendidikan yang biasa dikatakan mata pelajaran, dan yang lebih baik lagi anak
dapat mempunyai sifat yang baik atau moral yang baik maupun kepribadianya
sendiri. Bukan hanya itu, anak dapat mempuyai banyak teman karena sifat baiknya
dan tidak mudah dibenci orang lain.
2.
Dampak negatif : dampak negatif ini
timbul apabila orang tua salah mendidik anak, jangan sampai hal ini terjadi
karena hal ini dapat menjerumuskan anak ke arah yang tidak benar. Dampak
negatifnya adalah anak tidak mendapat bimbingan yang baik sehingga tidak
memiliki pengetahuan yang luas atau tidak mempunyai prestasi yang dapat dibanggakan.
Dampak yang didapatkan dalam hal moral adalah anak tidak mempunyai sifat yang
baik dan dapat merusak pandangan dirinya dari penglihatan orang lain. Contoh
dari sifat yang tidak baik yaitu anak merokok , anak membantah kepada orang
tua, anak tidak betah dirumah, dan sebagainya. Hal ini dapat menjelekkan nama
baik orang tua dan diri anak sendiri.
Daftar Pustaka
Prakusuma, 2008, Jenis/Macam Tipe Pola Asuh Orangtua Pada Anak &
Cara Mendidik/Mengasuh Anak Yang Baik. Online.
Tersedia: http://prakusuma.blogspot.com/
[14.52].
..., 2008 Peranan Ibu Dalam Mendidik Anak.
Online. Tersedia: http://nenyok.wordpress.com/2008/05/07/pentingnya-peran-ibu/ [11.57]
Noer, Muhammad, 2009, Peran Ayah Dalam Kece rdasan Emosional Anak. Online. Tersedia: http://www.muhammadnoer.com/2009/04/peran-ayah-dalam-kecerdasan-emosional-anak/
[12.10]
Riwayat,...,
Mendidik Anak Menurut Al-Qur'an.
Online. Tersedia: http://www.dongengkakrico.com/artikel-seputar-anak/43-kumpulan-artikel-seputar-anak/198-mendidik-anak-menurut-al-quran.html
[15.00]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar